Sejarah Kerajaan Samudera Pasai, Mulai dari Kejayaan hingga Kemunduran

Masuk dan tersosialisasinya Islam di Nusantara berlangsung dengan cara damai. Pada saat itu para penyebar Islam memilih berbagai unsur lokal untuk digunakan sebagai mendia komunikasi dakwahnya, sehingga Islam bisa berpengaruh luas di Nusantara. Mereka seakan mengisi kekosongan yang diakibatkan dari kurangnya sentuhan proses hinduisasi.

Dengan menjunjung toleransi itulah seni budaya islam dapat diterima masyarakat Nusantara. Islam masuk ke Nusantara pertama kali yaitu di Aceh. Penyiar Islam pertama di Nusantara tidak hanya pedagang India dari Gujarat tetapi juga mubalig Islam dari bangsa Arab. Kedatangan orang-orang Islam khususnya di Selat Malaka pada abad ke-7 hingga abad ke-10, mungkin belum terasa dampaknya bagi kerajaaan Hindu-Budha.

Namun, seiring berjalannya waktu disaat Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran, para pedagang Islam beserta mubalignya mendapat kesempatan. Mereka kemudian menjadi pendukung daerah yang muncul seperti Kerajaan Samudera Pasai yang menyatakan sebagai kerajaan Islam.

Kerajaan Samudera Pasai diduga berlokasi di pesisir timur laut Aceh, Kabupaten Lhok Seumawe atau sekarang dikenal Aceh Utara. Dengan munculnya kerajaan Islam tentu dapat disimpulkan bahwa Islam sudah menyebar luas di nusantara khususnya di pulau Sumatra. Untuk lebih lanjut makalah ini akan membahas tentang Kerajaan Samudera Pasai.

Awal Masuknya Islam ke Samudera Pasai

Menurut sarjana-sarjana Barat, seperti Snouck Hurgronje, J. P. Moquette dan J. L. Moens bahwa Kerajaan Samusra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini didirikan oleh Laksamana Islam dari Mesir bernama Nazimudin Al-Kamil tahun 1283. Kemudian penguasa pertama kerajaan ini adalah Marah Silu dengan gelar Sultan Malik al-Saleh. (Herimanto, 2017: 43)

Letak Kerajaan Samudera Pasai kurang lebih 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nangro Aceh. Diperkirakan tumbuh antara tahun 1270-1275 M atau pertengahan abad ke-13 M. (Marwati D.P; Nugroho N, 2010: 21)

Tumbuhnya Kerajaan Islam Samudera Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak geografis yaitu adanya pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi. Sejak anad ke-7 dan ke-8 M para pedagang muslim dari Arab, Persia, dan negeri Timur Tengah lainnya mulai memegang peran penting yaitu turut serta dalam jaringan pelayaran dan perdagangan internasional yang pada waktu itu jaraknya lebih jauh yaitu dari Teluk Aden, Teluk Persi, melalui Samudera Hindia-Selat Malaka sampai Lautan Cina.

Perkembangan pelayaran ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kekuasaan di Asia Barat di bawah Bani Umayyah (600-749), di Asia Timur dibawah Dinasti T’ang (618-907), dan di Asia Tenggara di bawah kerajaan Sriwijaya (abad 7 -14 M). Keberadaan jaringan pelayaran dan perdagangan antar bangsa itu bukan hanya didasarkan berita Cina, tetapi sejak abad ke-9 M sampai ke-11 M berita para pelayar dan geografi bangsa Arab juga telah menmabah sumber sejarah. Dalam berita ereka sering menyebut nama tempat yang ada di Selat Malaka yaitu Salahit (Selat), Kalah (Kedah), Jawah (Sumatra), Sribuza dan Ramni, Qaldulah, Fansur, Lambri (Lamuri) dan sebagainya. (Marwati D.P; Nugroho N, 2010: 22)

Kehadiran agama Islam di Samudera Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan melainkan juga merambah ke lapisan masyarakat di perkotaan.

Samudera Pasai didirkan oleh Nizamudin Al-Kamil pada tahun 1267. Nizamudin al-Kamil adalah seorang laksamana angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyah berkuasa. Ia ditugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat pada tahun 1238 M. Setelah itu, ia mendirikan kerajaan Pasai untuk menguasai perdagangan lada.

Dinasti Fatamiyah merupakan dinasti beraliran Syiah, maka kerajaan Pasai dianggap berpaham Syiah. Akan tetapi, pada saat ekspansi ke daerah Sampar Kanan dan Sampar Kiri, Laksamana Nizamudin Al-Kamil gugur. Setelah keruntuhan dinasti Fatamiyah tahun 1284, dinasti Mamuluk yang bermadzhab Syafi’i berinisiatif mengambil alih kekuasaan Kerajaan Pasai. Selain itu untuk menghilangkan pengaruh Syiah, penaklukan ini juga dimaksudkan untuk menguasai pasar rempah-rempah dan lada di pelabuhan Pasai.

Tradisi dari hikayat Raja-raja Pasai menceritakan asal-usul Sultan Malik al-Saleh. Sebelum menjadi raja, ia adalah seorang Marah yang bergelar Marah Silu. Ayahnya bernama Marah Gajah dan ibunya bernama Putri Betung. Putri Betung mempunyai dua orang putra, yaitu Marah Sum dan Marah Silu. Marah Sum menjadi raja di Birun. Sedang Marah Silu akhirnya dapat merebut Rimba Jirun dan mendirikan kerajaan semut dara (samudera) di sana. Semula Marah Silu adalah oenganut agama Islam aliran Syiah.

Untuk melenyapkan pengaruh Syiah dan kemudian untuk mengembangkan Islam mazhab Syafi’i di pantai timur Sumatra Utara, maka Dinasti Mameluk di Mesir tahun 1254 mengirimkan Syekh Ismail bernama Fakir Muhammad, yang dulunya merupakan ulama di pantai barat India. Di Samudera Pasai, Syekh Islamil berhasil menemui Marah Silu dan ebrhasil membujuknya untuk memeluk agama Islam mazhab Syafi’i. Kemudian Syekh Ismail menobatkan Marah Silu sebagai sultan pertama Kerajaan Samudera Pasai dan bergelar Sultan Malik al Saleh. (Daliman, 2012: 103-104)

Penobatan Marah Silu sebagai sultan pertama di Samudera Pasai oleh Syekh Islail ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, Syekh Ismail memang merupakan orang yang kuat kepribadiannya dan bermazhab syafi’i. Kedua, menurut Syekh Ismail Marah Silu akan sanggup dan mampu membasmi aliran Syi’ah yang merajalela di pantai Ttimur Sumatra Utara. Ketiga, Marah Silu dapat pula diharapkan akan mampu mengambil alih perdagangan lada dari tangan pedagang Persia, Arab, dan Gujarat yang menganut Islam aliran Syi’ah.

Demikian sejak 1285 berakhirlah kekuasaan Sultan Pasai yang beraliran Syi’ah dan berdirilah kesultanan baru yang beraliran Mazhab Syafi’i di bawah pimpinan Marah Silu yang bergelar Sultan Malik al-Shaleh.

Sumber sejarah yang dapat dipakai untuk mengetahui Samudera Pasai antara lain sebagai berikut:

  • Inkripsi pada nisan makam Sultan Malik al-Shaleh
  • Berita Asing dari Marco Polo dan Ibnu Batutah
  • Kronik Raja Pasai

Hikayat Raja-Raja Pasai dalam Said (1981) menyebutkan kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silo yang kemudian bergelar Sultan Malikussaleh. Sultan Malikussaleh menikah dengan Putri Ganggang anak dari Sultan Perlak, dan dikaruniai anak bernama Muhammad Malikuzzahir yang kemudian menjadi Raja setelah Malikussaleh. Sejak Muhammad Malikkuzahir memimpin Samudera Pasai berkembang lebih pesat dan telah mempergunakan mata uang sendiri, termasuk uang emas. Ada masa kepemimpinan Muhammad Malikuzzahir, Ibnu Batutah berkunjung ke Sumatra, ia adalah seorang terkemuka di Maroko ditugaskan oleh Sultan Abu Ibab.

Ibnu Batutah menceritakan perjalanannya ke Sumatra (yang dimaksud Samudera), pulau itu kaya dengan hasil bumi, juga timah dan emas. Berjarak 4 mil dari pantai ke istana Raja. Ia menceritakan bahwa bertemu seorang Raja Muhammad Malikuzzahir yang memeluk agama Islam bermazhab Syafi’i. Ia menceritakan bahwa Sumatra (Samudera) pada saat itu memiliki hubungan baik dengan tiongkok maupun ke India. Dri masa pemerintahan Malikussaleh sampai Ibnu Batutah datang, kerajaan Samudera Pasai telah bangkit dengan cepat, dalam perdagangan maupun dalam perkembangan agama Islam.

Cheng Ho dan Ma Huan dalam buku Ying Yai Sheng-Ian yang diterbitkan tahun 1416 dalam Said (1981) menceritakan Samudera Pasai saat berkunjung tahun 1405. Negeri Samudera Pasai terletak di perlintasan perdagangan menuju barat, negeri ini tidak memiliki tembok, memiliki lapangan luas menuju laut. Setiap hari laut pasang surut, ombak di muara yang tinggi dan kapal banyak yang singgah di pelabuhan ini.

Dari tempat ini menuju ke arah Selatan sekitar 30 mil terdapat perbukitan yang berhutan, ke Utara adalah laut dan bagian Timur juga dijumpai perbukitan dan bagian Barat juga ditemui pantai dan dua negeri yang pertama Negeri Nakur dan yang kedua Negeri Litai. Ma Huan menceritakan bahwa adat istiadat dan bahasa yang digunakan di Pasai serupa dengan Malaka. Cheng Ho dan Ma Huan menggambarkan rumah penduduk tinggi dari tanah dan tidak bertingkat, atap terbuat dari daun nipah, rumbia dan disusun dengan rotan. Negeri ini banyak disinggahi kapal Melayu dari antar pulau dan perdagangan sangatlah ramai. Alat tukar dalam perdagangan berupa mata uang emas dan timah.

Kehidupan Politik Kerajaan Samudera Pasai

Sultan-sultan yang memerintah kerajaan Samudera Pasai berturut-turut antara lain sebagai berikut:

  • Sultan Malik as-Shaleh (1267-1297).
  • Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297-1326).
  • Sultan Mahmud Malik az-Zahir (1326-1345).
  • Sultan Ahmad Malik az-Zahir (1345-1383).
  • Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir (1383-1405).
  • Sultanah Nahrasiyah (yang dinikahi Sultan Sallah ad-Din) (1405-1412).
  • Sultan Abu Zaid Malik as-Zahir (1412-1455).
  • Sultan Mahmud Malik az-Zahir II (1455-1477).
  • Sultan Zain al-Abidin II (1477-1500)
  • Sultan Abd-Allah Malik az-Zahir (1501-1513).
  • Sultan Zain al-Abidin III (1513-1524).

Nama-nama sultan yang telah disebutkan itu selain terdapat pada sumber Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai juga tercantum pada mata uang, kecuali sampai kini nama Sultan Malik as-Shalih belum didapatkan pada mata uang, emas yang disebut dirham itu. (Marwati D.P; Nugroho N, 2010: 23)

Kerajaan Samudera Pasai pertama kali di pimpin oleh seorang Sultan yang bernama Sultan Malik Shaleh ,hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti yang terdapat pada batu nisan makamnya menyebutkan bahwa Sultan Malik Shaleh meninggal pada bulan 676 tahun sesudah hijrah nabi atau pada tahun 1297.

Saat menjadi raja Sultan Malik Shaleh berhasil menjadikan Samudera Pasai sebagai tempat yang memiliki kontribusi serta pengembangan dan penyebaran agama Islam di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan mengirimkan para mubaligh serta ulama untuk menyebarkan agama ke Jawa.

Saat menjadi raja Sultan Malik Shaleh berhasil menjadikan Samudera Pasai sebagai tempat yang memiliki kontribusi serta pengembangan dan penyebaran agama Islam di Tanah Air. Hal ini dibuktikan dengan mengirimkan para mubaligh serta ulama untuk menyebarkan agama ke Jawa.

Tak hanya menyebarkan agama islam , Samudera Pasai juga mendapat kunjungan dari Marcopolo. Selain mendapatkan kunjungan Samudera Pasai juga berhasil menjalin hubungan dengan bangsa lain seperti Champa, India, Tiongkok, Majapahit dan Malaka.Tak hanya bangsa – bangsa yang telah disebutkan tadi, Samudera Pasai juga sudah menjalin hubungan dengan China    Hal ini dibuktikan dengan adanya berita dalam sejarah Dinasti Yuan bahwa tahun 1283 Masehi seorang utusan China bertemu dengan menteri dari Kerajaan Sumatra (Samudera) mengirim dutanya ke China.

Sultan Malik Shaleh menikah dengan Putri Perlak dan dikaruniai dua putra. Pada tahun 1297 Sultan Malik Wafat, sepeninggalnya Sultan Malik Shaleh Kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Malik At- Thair  , Sultan Malik At- Thair merupakan anak dari Sultan Malik Shaleh.

Hubungan dengan negeri-negeri Timur Tengah selalu ada bahkan sekitar tahun 1346 M berdasarkan berita Ibn Batutah yang berkunjung pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik az-Zahir (1346-1383), ahli-ahli agama berdatangan antara lain dari Persi (Iran) bernama Qadi Sharif Amir Sayyid dari Shiraz, dan Tah-al Din dari Isfahan.

Pada masa kepemimpinan Sultan Ahmad Bahian tahun 1345, Samuda Pasai mendapatkan kunjungan dari Ibnu Batutah, Ibnu Batutah merupakan seorang dari Afrika Utara yang bekerja dengan Sultan di Delhi.

Dilihat dari catatan – catatan Ibnu  Batutah mengenai Samudera Pasai , Samudera Pasai sudah banyak terdapat kapal – kapal yang berasal dari bangsa lain seperti kapal India dan China. Samudera Pasai telah mengalami kemajuan diberbagai bidang pada abad ke 13 Masehi.

Bidang – bidang yang mengalami kemajuan antara lain : Bidang Politik Pemerintahan, Bidang Keagamaan. Samudera Pasai juga sudah mengadakan hubungan persahabatan sekaligus mengadakan hubungan perkawinanan dengan malaka yang membuktikan bahwa Samudera Pasai telah mengalami kemajuan di Bidang Politik Pemerintahan.

Selain mengadakan hubungan dengan Malaka, Samudera Pasai juga mendapatkan pengaruh dari Persia dan India, hal ini dibuktikan dengan gelar- gelar jabatan yang terdapat di Samudera Pasai.

Samudera Pasai juga menjadi pusat studi islam yang ramai , banyak para pedagang yang datang seperti dari Benggala, Gujarat , Arab serta China.

Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al – Thair meninggal pada tahun 1349 dan digantikan oleh Sultan Zainal Abidin. Pada abad ke 14 Masehi sepeninggal Sultan Ahmad Bahian Syah Malik Al- Thair , Samudera Pasai dilanda oleh kekacauan , kekacauan yang terjadi yaitu adanya perebutan kekuasaan. Namun demikian sampai sekitar tpertengahan abad ke-15 Samudera Pasai masih mengirim utusannya ke Cina. Setelah perkawinan putri dari Raja Zainal Abidin dengan Raja Paraweswara , Putri Zainal Abidin mendirikan Kesultanan Malaka di tahun 1404.

Sumber Portugis (Barros: Da Asia) dalam Said (1981) mengungkapkan bahwa ketika Portugis singgah di Pasai yang menjadi Sultan kala itu adalah Zainal Abidin. Portugis yang kemudian menjajah Pasai di tahun 1521. Pada tahun 1524 Sultan Munghayat Aceh berhasil mengusir Portugis dari Pasi dan setelah berhasil mengalahkan Portugis, Pasai masuk bagian kerajaan Aceh.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Samudera Pasai

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Samudera Pasai telah menggunakan mata uang ceitis , ceitis merupakan mata uang kecil , sedangkan mata uang yang terbuat dari emas bernama dramas ,dramas tidak sepenuhnya terbuat dari emas karena sebagian bahan dramas terbuat dari perak dan emas. Dramas juga dibandingkan dengan harga uang mata Portugis yang bernama crusade 1 crusade emas dan perak sama dengan 9 drama sedangkan 1 crusado sama dengan 500 cash. Dikarenakan letak Samudera Pasai yang startegis dengan Selat Malaka maka kerajaan ini berkembang menjadi kerajaan dengan perdagangan yang maju

Banyak para pedagang yang singgah di Samudera Pasai  bukan hanya pedagang dari dalam negri saja bahkan pedagang dari luar negri seperti Arab, India , China singgah di Samudera Pasai.

Samudera Pasai juga melakukan perdagangan ekspor seperti lada yang diekspor sekitar 8.000 – , sutra dan  kapur barus. Selain melakukan perdagangan Kerajaan Samudera Pasai juga menyiapkan bandar–bandar yang melakukan berbagai tugas di antaranya : menambah perbekalan untuk pelayaran selanjutnya, mengurus masalah – masalah yang ada di perkapalan, mengumpulkan barang – barang dagang yang akan digunakan di luar negri dan juga menyiapkan barang- barang dagangan yang akan diantar ke daerah indonesia.

Selain memanfaatkan Perdagangan masyarakat Samudera Pasai juga menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Tak hanya Dramas , masyarakat Samudera Pasai juga menggunakan / membuat alat tukar dirham. Perdagangan di Samudera Pasai semakin lama semakin rame dikarenakan armada – armada kuat yang dimiliki oleh Kerajaan sehingga para pedagang yang masuk dan berjualan disekitar pelabuhan Samudera Pasai merasa senang sekaligus merasa aman untuk berdagang di Samudera Pasai.

Kehidupan Ekonomi masyarakat Samudera Pasai yang maju bukan hanya dikarenakan factor letaknya saja yang strategi namun juga karena semangat kebersamaan serta hidup saling menghormati sesuai dengan ajaran Islam.

Said (1981) menyatakan hingga abad ke-16 Samudera Pasai masih dapat mempertahankan peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan dengan luar negeri. Samudera Pasai berhasil menjadikan bandar perdagangan internasional. Setelah Malaka berdiri dan letaknya strategis untuk pemberhentian kapal-kapal perdagangan yang dari Timur menuju ke Barat, kegiatan perdagangan disana semakin pesat, mengakibatkan perdagangan di Pasai mulai menurun dan perdagangan di pasai dipatahkan oleh Malaka sejak 1450.

Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Samudera Pasai

Masyarakat Kerajaan Samudera Pasai hidup berdasarkan aturan–aturan atau hukum-hukum Islam. Dalam praktiknya terdapat banyak persamaan dengan kehidupan masyarakat di negeri Mesir ataupun Arab. Di Samudera Pasai juga ada lembaga-lembaga keagamaan Islam seperti qadi dan mufti. Praktik dari hukum-hukum Islam ini tercatat dalam tulisan Ibnu Batutah dari Maroko. Berdasarkan catatannya, raja Samudera Pasai merupakan muslim yang baik dalam menerapkan syariat Islam, akibatnya penduduknya menjalankan hukum-hukum Islam.

Pada masa Kerajaan Samudera Pasai seni sastra atau karya tulis berkembang dengan pesat. Beberapa menggunakan huruf Arab yang dibawa bersamaan dengan agama Islam untuk menuliskan karya mereka yang bahasa Melayu, kemudian disebut sebagai bahasa Jawi dengan hurufnya yaitu Arab Jawi.

Di antara karya-karya tulis tersebut yaitu Hikayat Raja-raja Pasai. Pada bagian awal teks tersebut diperkirakan ditulis pada sekitar tahun 1360 M. Tulisan ini menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik khususnya di wilayah nusantara. Selain itu juga terdapat banyak terjemahan dari kitab  ilmu tasawuf dalam bahasa Melayu.

Berdasarkan dengan berita dari Ibnu Batutah tentang kehadiran ahli-ahli agama dari Timur Tengah yang memiliki peran penting dalam proses perkembangan Islam di Nusantara khususnya di wilayah Sumatra. Berdasarkan hal itu juga, diceritakan bahwa Sultan Samudera Pasai begitu taat dalam menjalankan agama Islam sesuai dengan Mahzab Syafii. Mazhab ini di dibawa oleh para pedagang Islam dari wilayah Yaman dan Mesir yang mayoritas di sana bermazhab Syafii.

Dari sini mulai sedikit demi sedikit Mazhab Syafii dipraktikkan oleh masyarakat yang kemudian menyebar ke seluruh Nusantara bersama dengan menyebarnya agama Islam. Setelah raja yang beragama Islam, maka rakyat pun banyak yang mengikuti untuk memeluk Islam yang menunjukkan kesetiaan dan kepatuhannya kepada sang sultan/raja. Tetapi, di masyarakat pedalaman masih banyak yang mempertahankan kepercayaannya atau agamanya yaitu Hindu/Buddha. Pada abad ke-14 Kerajaan Samudera Pasai pun dapat menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah Sumatra, Malaka, dan sekitarnya. Penyebaran agama juga dilakukan oleh para penduduk yang telah memeluk Islam, tidak hanya para pedagang dan ulama.

Kehidupan Agama Kerajaan Samudera Pasai

Meskipun merupakan kerajaan Islam, namun masyarakat pedalaman masih memeluk kepercayaan lama. Masyarakat di pedalaman tersebut masih mempertahankan kepercayaan Hindu-Buddha. Pada abad ke-14 Samudera Pasai menjadi pusat penyebaran agama Islam di daerah Sumatra dan Malaka. Penduduk kerajaan yang telh memeluk agama Islam berperan menyebarkan agam islam, selain para pedagang dan para ulama di Samudera Pasai.

Di bidang keagamaan sebagaimana yang telah diberitakan Ibn Batuttah tentang kehadiran para ulama dari Persia, Syria, dan Isfahan. Ibn Batutah menveritakan bagaimana taatnya Sultan Samudera Pasai terhadap agama Islam dari madzhab Syafi’i, dan ia selalau dikelilingi oleh ahli-ahli teologi Islam. Kerajaan Samudera Pasai mempunyai peran penting di dalam penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.

Malaka menjadi kerajaan Islam karena erat hubungannya dengan Kerajaan Samudera Pasai bahkan samoai mengadakan pernikahan antarab putra putri Sultan dari Pasai dengan Malaka sehingga pada awal abad ke-15 M atau sekitar 1414 M tumbulah kerajaan Islam Malaka. Tome Pires menceritakan hubungan antara Pasai dengan Malaka terutama pada masa pemerintahan Saquem Darxa yang dapat disamakan dengan nama Sultan Muhammad Iskandar Syah raja kedua Malaka.

Dalam hikayat Patani terdapat cerita tentang pegislaman raja Patani yang  ernama Paya Tu Naqpa dilakukan oleh seorang dari Pasai yang bernama Syeikh Sa’id karena berhasil menyembuhkan raja Patani itu. Setelah masuk Islam raja berganti nama menjadi Sultan Ismail Syah Zillullah Fil Aam dan juga ketiga orang putra dan putrinya yaitu Sultan Mudhaffar Syah, Siti Aisyah, dan Sultan Mansur.

Pada masa pemerintahan Sultan Mudhaffar Syah datang seorang ulama lagi dari Pasai yang bernama Syaikh Safiuddin yang atas perintah raja ia mendirikan masjid untuk orang-orang muslim di Patani. Jelas Samudera Pasai mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam di beberapa tempat di Asia Tenggara.

Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

1. Faktor  Internal Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai dapat mencapai masa kejayaan pada waktu pemerintahan Sultan Malik At-Tahir, sistem pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional. Banyak pedagang dari luar Nusantara berdatangan ke Samudera Pasai, seperti Arab, India, Afrika, China, dan Eropa. Hubungan perdagangan dengan para pedagang dari Pulau Jawa juga terjalin cukup baik. Mereka melakukan jual beli produksi beras dari Jawa yang lalu ditukar dengan lada.

Setelah wafatnya Sultan Malik At-Tahir pada tahun 1349, tidak ada pengganti yang cukup cakap dalam memimpin Kerajaan Samudera Pasai. Akibatnya peran penyebaran agama Islam diambil alih oleh kerajaan Aceh. Ia digantikan oleh anaknya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik At-Thahir. Keadaan masa pemerintahannya pun tidak banyak diketahui. Ternyata pada sekitar akhir abad ke-14 Samudera Pasai banyak mengalami suasana kekacauan akibat terjadinya perebutan kekuasaan, yang dapat diketahui dari berita-berita Cina.

Salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai, yaitu pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan. Pemberontakan ini menyebabkan beberapa kekacauan di Kerajaan Samudera Pasai. Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat pertumpahan darah.

Untuk mengatasi hal tersebut, Sultan Kerajaan Samudera Pasai waktu itu melakukan sesuatu hal yang cukup bijak, yaitu dengan meminta bantuan kepada Sultan Malaka untuk segera membantu menengahi dan meredakan pemberontakan. Namun, Kesultanan Pasai sendiri pada akhirnya runtuh akibat ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukkan Malaka pada sepuluh tahun sebelumnya, dan kemudian pada 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh Darussalam.

2. Faktor Eksternal kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis

Kerajaan Samudera Pasai terkenal sebagai salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang ramai. Banyak pedagang yang berlabuh di sini, tidak hanya dari wilayah Nusantara tetapi juga dari berbagai wilayah di luar Nusantara, seperti Arab, India, dan Cina. Kemudian kerajaan di wilayah utara Sumatra ini menjadi pusat ngan lada sebagai salah satu komoditi utamanya yang banyak dicari.

Letak Kerajaan Samudera Pasai secara geografis terdapat di pantai timur Pulau Sumatera bagian utara yang menjadi pintu masuk ke jalur perdagangan internasional yaitu Selat Malaka. Letaknya yang strategis tersebut dapat memicu para penduduk untuk masuk ke dunia pelayaran.

Samudera Pasai ini juga memiliki bandar-bandar yang digunakan untuk mengatur perdagangan seperti tempat penyimpanan barang-barang perdagangan dan kapal-kapal perdagangan. Namun setelah berdirinya Kerajaan Malaka pusat perdagangan beralih ke bandar milik Malaka. Letaknya yang lebih strategis dibanding bandar-bandar sebelumnya di Samudera Pasai membuat perdagangan mereka berkembang pesat. Beralihnya  pusat perdagangan tersebut ke Malaka maka kegiatan perekonomian di Samudera Pasai pun menjadi menurun.

Serangan Portugis

Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudera Pasai ketika sedang melemah karena banyaknya perpecahan akibat masalah politik dan kekuasaan. Portugis menyerang kerajaan Samudera Pasai yang membuahkan hasil pada tahun 1511. Sepuluh tahun sebelumnya pada tahun 1521, Portugis telah berhasil menaklukkan Kerajaan Malaka yang merupakan kerajaan mitra yang sering membantu Kerajaan Samudera Pasai.

Portugis ingin menguasai Malaka, karena tahu bahwa pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transit yang banyak didatangi pedagang internasional. Malaka pun juga dikenal sebagai pintu gerbang kepulauan Nusantara. Malaka pada akhir abad ke-15 banyak berlabuh para saudagar yang berasal dari India, Arab, wilayah Asia Tenggara, dan pedagang-pedagang Nusantara. Ini menjadi sangat menarik perhatian Portugis karena dapat menjadi peluang ekonomi yang cukup besar.

Tujuan Portugis menduduki Malaka ini adalah untuk menguasai perdagangan internasional dari Selat Malaka. Kedatangan bangsa Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squeira ke Malaka atas perintah raja Portugis memiliki maksud untuk membuat perjanjian-perjanjian dengan para penguasa perdagangan di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini ditujukan untuk memperoleh suatu izin perdagangan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Selain motif penyebaran agama (gospel), Portugis juga mengincar keuntungan ekonomi yang besar.

Peninggalan Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Berikut terdapat beberapa peninggalan Kerajaan Samudera Pasai antara lain:

  • Stempel Kerajaan Samudera Pasai ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Stempel ini diduga milik Sultan Muhammad Malikul Tahir oleh Tim peneliti Sejarah Kerajaan Islam.
  • Cakra Donya merupakan lonceng yang berbentuk stupa. Lonceng ini dibuat di negeri Cina pada tahun 1409 M. Lonceng tersebut berukuran tinggi 125 cm dan lebarnya 75 cm.
  • Naskah Surat Sultan Zainal Abidin, surat ini merupakan tulisan dari Sultan Zainal Abidin pada tahun 923 H atau 1518 M, naskah ini ditujukan kepada Kapitan Moran.
  • Makam bersejarah usia lebih 500 tahun. Batu nisan peninggalan kerajaan Samudera Pasai dibuat dengan cara memahat batu dengan berbagai corak ukiran, pahatan batu dapat dibedakan antara nisan pria dan nisan wanita (Hurgronje 1985). Pemerintah telah menetapkan Kecamatan Samudera Pasai sebagai kawasan inti dari Situs Cagar Budaya. Disana terdapat pemakaman dari raja-raja Samudera Pasai yang terbagi dalam tida periode yaitu komplek Pemakaman Malikussaleh, periode kedua yaitu komplek pemakaman Ratu Nahrasiyah dan periode ketiga komplek pemakaman Bate Bale. Pada batu nisan tertulis inkripsi berupa nama, tahun kematian, sebagian menerangkan tentang tokoh dari pemilik kubiur dan sebagian lainnya tertulis ayat Al-Quran. Beberapa pemakaman lainnya sudah tidak utuh dan pada bagian nama banyak yang hilang sehingga tidak dapat mengetahui pemilik dari makam.
  • Mata Uang, Kusmiati (1977) mengungkapkan pada tahun 1973 telah ditemukan mata uang dirham yang terbuat dari emas memuat nama-nama dari Raja-raja di antaranya Sultan Malikul Zahir, Sultan Ahmad dan Sultan Abdullah. Raja ini adalah raja yang memerintah di kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-14 hingga ke-15 dah ditemukan pula mata uang terbuat dari timah.